Di Balik Bening Mata Air,Tak Ada Air Mata

Ya Allah, izinkan hamba menutup mata dengan senyuman.

Name:
Location: Semarang, Islam, Indonesia

Sunday, July 31, 2005

Jangan Menikah Karena...

1. Jangan menikah karena harta
Tidak ada gunanya hidup bergelimangan harta tanpa cinta. Harta dapat datang dan pergi setiap saat. "Cinta" yang sesat dan sesaat dapat diperoleh setiap saat, tapi cinta yang sejati tidak dapat dibeli dengan harta.

2. Jangan menikah karena perasaan asmara
Rasa tertarik, simpati, naksir, yang merupakan asmara yang sering disalahartikan sebagai cinta. Asmara itu bukan cinta. Asmara dapat cepat berubah oleh rupa, harta, tempat dan keadaan. Asmara itu buta, tidak tahan lama dan tidak tahan uji. Cinta perlu diuji dalam suka dan duka dengan mata terbuka.

3. Jangan menikah karena rupa saja
Kecantikan yang diluar memang indah, tapi dapat luntur termakan umur.
Utamakanlah kecantikan yang di dalam.

4. Jangan menikah karena iba
Iba (rasa kasihan) memang baik dan harus ada dalam hidup kita, tapi tidak boleh menjadi dasar pernikahan. Kasihan dapat habis,tapi kasih tidak berkesudahan. Dasar pemikahan adalah kasih, bukan kasihan

5. Jangan menikah untuk kepuasan sex saja
Memang sex suci dan penting dalam hubungan suami-istri, namun tidak boleh menjadi tujuan utama dari pemikahan. Sex hanyalah salah satu bagian dari pernikahan. Orang yang hanya mengejar kenikmatan sex akan kecewa dan terjerat oleh kesusahan yang diciptakannya sendiri.

6. Jangan menikah karena paksaan keluarga
Seorang anak harus berbakti kepada keluarga, namun tidak boleh menyerah dalam hal nikah, kalau mereka memang salah dan anda benar. Berdoalah dan berikanlah penjelasan kepada mereka, jangan dengan kekerasan.

7. Jangan menikah karena desakan usia
Bila semakin bertambahnya usia dan rekan-rekan sudah berpasangan, orang akan mulai gelisah (terutama pada wanita). Banyak orang akhimya asal tabrak dan sikat." Hindarilah tindakan tersebut. Sabarlah dan yakinilah bahwa Tuhan sudah menyediakan yang terbaik untuk anda. Jangan takut kehabisan jatah dan kadaluarsa.

8. Jangan menikah untuk membalas jasa
Orang yang telah berbuat baik perlu dibalas, tapi jangan dengan pernikahan.

Salah satu hal lain yang tidak boleh dilupakan, dan merupakan yang terpenting adalah

" Jangan Menikah Tanpa Pengertian Dan Persiapan DenganTtindakan Yang Nyata.
- Menikahlah Menurut Pola Rencana Allah. Daripada Salah Dan Mengundang Derita, Lebih Baik Menunggu Menikah. Jika tidak diteguhkan oleh Allah. Karena Allah yang menciptakan manusia sepasang-sepasang. Tanpa persetujuan Allah, tidak mungkin manusia dapat bersatu ! "

"Mandikan,Aku Bunda"

Adalah seorang sahabat yang memiliki sahabat yang
bernama Rani...

Semasa kuliah ia tergolong berotak cemerlang &
memiliki idealisme tinggi.Sejak awal kuliah,sikap dan
konsep dirinya sudah jelas,meraih yang terbaik,baik
itu dalam bidang akademik maupun profesi.Ketika
universitas mengirim mahasiswa untuk mempelajari hukum
internasional di University Utrecht,dinegeri bunga
tulip,beruntung Rani terus melangkah.Beruntung pula ia
mendapat pendamping yang setara dan sama2
berprestasi.Alifya,buah cinta mereka lahir ketika Rani
baru saja diangkat sebagai staf diplomat bertepatan
dengan suaminya yang meraih gelar Ph.D.Konon nama
putra mereka diambil dari huruf hijaiyah"alif" dan
"ya".Ketika Alif berusia 6 bulan,kesibukannya begitu
tinggi.Frekuensi terbang dari satu kota ke kota lain
makin meninggi,dari satu negara kenegara lainnya.
Temannya pernah bertanya,"Tidakkah Alif terlalu kecil
untuk ditinggal?"Dengan sigap Rani menjawab,"Segala
sesuatunya telah dipersiapkan.Everything is
ok".Dan,itu betul2 ia buktikan.Perawatan dan perhatian
anaknya walau lebih banyak dilimpahkan pada babysitter
betul-betul mengagumkan.Alif tumbuh menjadi anak yang
lincah,cerdas,dan pengertian.Kakek neneknya selalu
memompakan kebanggaan pada cucunya yang semata wayang
itu tentang ibu bapaknya.
"Contohlah ayah bunda Alif kalau Alif besar
nanti"Begitu selalu sang nenek bertutur disela-sela
dongeng menjelang tidurnya.Tidak salah memang.Siapa
yang tidak ingin memiliki anak atau cucu yang berhasil
dalam bidang akademis maupun pekerjaan.Ketika Alif
berusia 3 tahun,Rani bercerita kalau Alif meminta
adik,waktu itu ia dan suaminya dengan penuh kasih
sayang menjelaskan bahwa kesibukan mereka belum
memungkinkan menghadirkan seorang adik untuk Alif.
Lagi-lagi bocah cilik ini"dapat memahami orang tuanya"
Mengagumkan memang .Alif bukan tipe anak yang suka
merengek,jika orang tuanya pulang larutpun ia jarang
sekali ngambek.Kisah Rani,Alif selalu menyambutnya
dengan penuh kebahagiaan.Rani bahkan menyebutnya
"malaikat kecil".Sungguh kluarga yang bahagia pikir
temannya.Meski kedua orang tua sibuk ,Alif tetap
tumbuh penuh cinta.Diam-diam hati kecil temannya
menginginkan anak seperti Alif.
Suatu hari menjelang berangkat kekantor,entah mengapa
Alif menolak dimandikan baby sitternya "Alif ingin
bunda yang memanadikan"ujarnya.Karuan saja Rani yang
dari detik kedetik waktunya sangat diperhitungkan
menjadi gusar.Tak urung suaminya turut membujuk agar
Alif bersedia dimandikan tante mien ,baby
sittrernya.Peristiwa ini hampir berulang dalam satu
pekan."Bunda,mandikan Alif" ,begitu setiap pagi.Rani
dan suaminya berpikir mungkin Alif dalam masa
peralihan ke masa sekolah,jadinya agak meminta
perhatian.Hingga disuatu sore,sang teman dikejutkan
telepon mba mien,sang babby sitter"Bu,dokter bilang
alif demam dan kejang2 sekarang di
Emergency.".Setengah terbang ia mengebut ke UGD.But it
was too late.Allah swt,telah memiliki rencana
lain.Alif, sang malaikat kecil dipanggil oleh sang
pemilikNya.Rani ,bunda nya tercinta,yang diberi tahu
saat meresmikan kantor baru ,shock berat.Setibanya
dirumah,satu-satunya keinginannya adalah memandikan
buah hatinya.Dan itu memang ia lakukan,meski sang anak
telah terbujur kaku,"Ini bunda Lif,Bunda mandika Alif
ya."ucapnya lirih,namun teramat pedih.
Ketika tanah merah telah mengubur jasad sikecil mereka
masih berdiri mematung.Berkali-kali Rani yang tegar
berkata ,"Ini sudah takdirkan ,aku disebelahnya atau
diseberang lautan pun,kalau sudah saatnya ,dia pergi
jugakan?".Sang teman diam , hanya mendengarkan."Ini
konsekuensi dari sebuah pilihan"lanjutnya tetap tegar
dan kuat.
Hening sejenak.Angin senja berbaur aroma kamboja
.Tiba-tiba Rani tertunduk."Aku ibunya! serunya
kemudian,"Bangunlah Lif.Bunda mau mandikan Alif".Beri
kesempatan bunda sekali lagi saja,Lif.Rintihan itu
begitu menyayat hati.Detik berikutnya ia bersimpuh
sambil mengais-ngais tanah merah.

"Allah Maha halus dan Maha lembut,terkadang kita tidak
peka dengan karunia,ujian dan kenikmatan yang
menghampiri....dan jika kenikmatan itu berlalu yang
tertinggal hanyalah penyesalan...meminta kembali ia
datang meski kesempatan seringkali datang tak
berulang".

Buat yang telah menjadi orang tua ,moga makin
mencintai dan amanah dalam mengasuh permata hati yanng
diamanahkan dan dititipkan Allah swt.Buat para ummi
moga makin menjadi istri yang sholihat dan dicintai
anak2nya...

Thursday, July 28, 2005

Menjemput Rezeki

"Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya." (QS. Al-Mulk : 15).

Menjemput 'kran rezeki' yang telah ditetapkan Allah SWT merupakan kewajiban setiap muslim. Dalam menjemput rezeki, secara teknis kita akan dihadapkan dengan zona rezeki yang baik dan rezeki yang tidak baik, rezeki yang halal dengan rezeki yang tidak halal. Hal itu sebagaimana tersurat dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 57, "... makanlah makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu;..."

Ayat di atas, secara tersirat menjelaskan, sesungguhnya rezeki yang disebar Allah terdiri atas rezeki yang baik dan rezeki yang tidak baik, dan kita diperintahkan untuk menjemput rezeki yang baik-baik saja. Tergelincirnya seseorang menikmati rezeki yang tidak baik disebabkan faktor ketakutan, kegelisahan, dan tidak yakin terhadap jatah yang telah ditetapkan Allah. Mereka takut miskin, padahal perasaan itu hanya bisikan setan. Sebagaimana firman Allah, "Setan itu menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu melakukan kejahatan." (QS. Al Baqarah : 268). Sesungguhnya Allah dalam Al-Quran telah bersumpah akan menjamin rezeki semua makhluknya, "Dan di langit terdapat rezekimu dan apa-apa yang dijanjikan kepadamu. Demi tuhannya langit dan bumi, sesungguhnya apa yang dijanjikan itu adalah benar, seumpama perkataanmu." (QS. Adz-Dzariyat : 22 - 23).

Dengan demikian, mengapa harus khawatir dengan rezeki? Toh setiap orang sudah ditetapkan porsi rezeki yang bakal diterimanya. Yang harus menjadi perbincangan, bagaimana menjemput rezeki kita agar seluruhnya dapat dinikmati? Sisi lain yang tidak dapat diabaikan, kita harus mampu memilah rezeki yang baik dan tidak baik, atau rezeki yang halal dengan rezeki yang tidak halal.

Jika kita bertanya, manakah yang lebih luas, rezeki halal atau rezeki haram? Menurut konteks fikih, pintu rezeki halal lebih luas. Hal itu dapat kita analogikan sebagai berikut, banyaknya jenis makanan atau minuman yang dilarang Allah untuk dikonsumsi ternyata lebih sedikit, ketimbang makanan atau minuman yang tidak dilarang. Bangkai, hewan berkuku tajam, dan marus adalah jenis makanan yang dilarang, selebihnya halal. Mencuri, menipu adalah jenis pekerjaan yang dilarang, selebihnya halal. Jadi, jenis rezeki yang halal itu sebenarnya lebih banyak.

Berkaitan dengan proses menjemput rezeki yang halal dan tidak halal pun memiliki perbedaan. Dalam menjemput rezeki halal ternyata lebih menyenangkan dan menentramkan daripada menjemput rezeki haram. Mengapa demikian? Dalam teknis menjemput rezeki —baik halal maupun haram—ternyata sama, di antaranya cape, melelahkan, dan butuh keterampilan. Tetapi, bedanya dalam menjemput rezeki halal kita akan memperoleh imbalan berupa pahala. Sementara dalam menjemput rezeki haram kita akan mendapat imbalan berupa 'palu' alias siksa, baik kelak di yaumil-akhir atau 'palu' pengadilan karena terbukti melakukan kesalahan.

Kunci utama dalam menjemput rezeki halal adalah ikhtiar dan tawakal. Sikap tawakal tidak identik dengan pasrah, apa adanya, kumaha engke, atau malas. Tawakal menurut bahasa berasal dari kata 'wakala' artinya menyerahkan 'sesuatu'. Itulah sebabnya, Yusuf Qardhawi mengemukakan, tawakal merupakan cabang iman kepada Allah SWT, yang menyerukan kepada penyerahan diri kepada Allah SWT, semata tanpa mengabaikan sebab. Seiring dengan ungkapan itu, Abu Turab an-Nakhsyaby menjelaskan, tawakal adalah gerakan untuk ubudiyah, menggantungkan hati kepada penanganan Allah, ketenangan kepada qadha dan qadar Allah SWT, kedamaian menerima kecukupan dari Allah, bersyukur jika diberi dan bersabar jika ditahan.

Tawakal adalah pancaran dari sikap optimis yang dibuktikan dengan kekuatan doa dan kekuatan ikhtiar secara optimal. Dengan kata lain, tawakal adalah usaha yang dilakukan sepenuh hati dan dibuktikan dengan kesungguhan secara fisik. Sikap tawakal seorang muslim bukan pada hasil tetapi pada proses. Ketika seekor kuda diikat atau ditambatkan pada sebatang pohon agar tidak lepas adalah sebuah proses tawakal. Toh, nanti ternyata setelah kuda diikat dengan kuat tetapi tetap bisa kabur itu adalah semata-mata kehendak Allah SWT. Demikian makna tawakal yang diajarkan panutan kita, Rasulullah SAW.

Konsep tawakal yang diajarkan Rasulullah memiliki keutamaan yang sangat erat dengan pola hidup seorang muslim. Pertama, sikap tawakal sangat disukai Allah. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 159, "Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka tawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." Kedua, dengan sikap tawakal, Allah akan mencukupkan keperluan kita. Hal itu sesuai dengan janji Allah dalam Al-Quran surat At-Talaq ayat 3. Ketiga, sikap tawakal merupakan bukti iman yang benar. Firman Allah, "Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian enar-enar orang yang beriman." (QS. Al-Maidah : 23). Keempat, dengan tawakal Allah akan memudahkan urusan rezeki kita. Rasulullah bersabda, "Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Dia akan memberi kalian rezeki, sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung yang pergi dalam keadaan perut kosong dan kembali lagi dalam keadaan kenyang." (HR. Tirmidzi).

Beranjak dari keutamaan tawakal, maka dapat dipastikan dalam setiap gerak langkah saat menjemput rezeki akan selalu melahirkan rasa optimis yang tinggi. Kondisi ini sejalan dengan hakekat kehadiran rezeki, yakni dari mana memperoleh rezeki dan bagaimana membelanjakan rezeki tersebut. Soal banyak sedikit rezeki yang diperoleh bukan masalah. Toh, posisi kita dalam tataran rezeki hanya sebagai pemegang amanah, bukan pemilik.

Itulah sebabnya, kita tidak perlu risau dalam menjemput rezeki. Modal utama yang perlu disiapkan adalah mengedepankan keyakinan diri (optimis) seraya mengimbanginya dengan ikhtiar dan doa secara sungguh-sungguh.

Wallahu a’lam bish shawab.

Dia Ada

Rasanya tidak perlu lagi diragukan, betapa Allah Maha Pendengar Doa. Tapi seringkah kita mendengar, betapa banyak orang yang tak lagi percaya akan keberadaan-Nya, disebabkan oleh beberapa pinta mereka yang belum lagi dikabulkan? Orang-orang yang begitu berani menyatakan bahwa mereka tak lagi percaya adanya Rabb Sang Pemilik segala, rasanya kian banyak bermunculan. Bahkan ketidakpercayaan mereka itu dibuktikan dengan menghadirkan sejumlah 'guru spiritual' atau 'orang pintar' yang lantas mereka ikuti segala perkataan dan perintahnya. Bermacam alasan dikemukakan. Bahwa mereka hanya mencari ketenangan, dan menempuh jalan tersebut sebagai alternatif untuk mempercepat doa dikabulkan. Toh hal itu dilakukan hanya sebagai ikhtiar, begitu mungkin alasannya.

Malam itu, ketika Ayah sedang mengalami pendarahan berat pada rongga hidung sebelah kiri, saya tak bisa memejamkan mata sekejap pun. Tak terhitung lagi berapa kali saya bolak-balik menahan pendarahan itu dengan tissue, mengompresnya dengan es batu, segala cara yang bisa dilakukan agar darah tak keluar terus-menerus. Tapi selalu saja gagal. Dalam keremangan ruang kamar rumah sakit, saya menyaksikan sendiri darah itu mengucur deras. Ayah pun terlihat agak panik dan kian resah. Setelah hampir dua belas jam tidak bisa tidur akibat pendarahan yang tidak berhenti.

"Pa, shalat aja, biar tenang," saya mengingatkan, sebab baru teringat bahwa beliau belum menunaikan shalat isya. Lantas saya segera membantunya bersuci dengan tayammum. Dan setelahnya saya duduk rapi tepat di samping tempat tidur. Berjaga-jaga, kalau-kalau sewaktu shalat darah mengucur lagi.

Tak sampai dua menit saya memandangi Ayah, tiba-tiba saya mengucek mata tak percaya. Kedua pundak Ayah berguncang, matanya memejam, dan saya makin terbelalak. Ayah menangis. Bibirnya bergetar sambil terus melafazkan bacaan shalat. Saya tergugu, lantas air mata ini mengalir pula. Pertama kalinya saya melihat Ayah menangis seperti itu. Dalam hati saya mencoba menerjemahkan tangisan Ayah sebagai kelelahannya sekaligus rasa takut yang pasti menyelinap. Seorang yang bisa menangis dalam shalatnya sampai seperti itu, pastinya berada dalam kondisi kepasrahan yang begitu dalam. Diam-diam saya merasa begitu bersyukur.

Allah Maha Pemberi Rezeki. Dan diturunkan-Nya rezeki itu kepada siapa saja yang Ia kehendaki, dari mana saja, dan entah berapa jumlahnya. Mungkin isi dari sebagian besar doa yang dipanjatkan oleh manusia adalah 'semoga mendapat kemurahan rezeki'. Bisa diartikan macam-macam pula. Menjadi kaya, memiliki harta benda yang banyak, sukses di dunia, mendapat kemudahan untuk menghadapi himpitan kebutuhan sehari-hari, dan sebagainya. Perbedaan seorang yang memiliki keyakinan teguh akan pertolongan-Nya, dengan seorang yang begitu mudah kecewa tatkala keinginannya tak segera terpenuhi, adalah begitu nyata.

Seorang yang pertama, akan tak putus memanjatkan doa serta berusaha untuk mendapatkan rezeki tersebut. Bila kesempatan pertama gagal, ia akan mencoba lagi. Gagal lagi, tak lantas berputus asa. Berusaha terus, sambil memasrahkan diri akan segala ketentuan-Nya. Toh setiap manusia sudah ditentukan kadar rezeki bagi dirinya di dunia, jadi tak mungkin kehabisan. Tinggal waktu, jumlah, dan dari tangan siapa rezeki itu akan sampai, itu yang tak bisa diperkirakan. Bisa jadi, apa yang kita inginkan lebih untuk kehidupan dunia ini, bukanlah yang terbaik di mata Allah.

Namun, bagi seorang yang kedua, menunggu rezeki datang bak sedang mengantri di antrian restoran fast food. Yang layanannya paling cepat, itu yang paling memuaskan. Apalagi bila ditambah dengan bonus ini itu, entah itu tambahan makanan penutup, atau mainan anak-anak. Yang jelas, manusia tak pernah puas. Bila doa itu tak segera di-ijabah, maka umpatan kecil sampai makian akan terucap dengan mudah. Ujung-ujungnya, bisa-bisa menyalahkan takdir atas apa yang dialami.

Terlibat langsung mengurus Ayah ketika diopname sampai akhirnya harus ada tindakan operasi, adalah pengalaman sekaligus teguran bagi diri saya. Pagi hari setelah krisis semalaman, pendarahan di hidung Ayah berkurang drastis. Keesokannya, ada kabar bahwa harus ada tindakan operasi sebab penyempitan di pembuluh darah di jantung. Uang dari mana? Kami semua pasrah saja. Dan datanglah kabar dari seorang kawan lama Ayah yang kebetulan menjadi pimpinan di sebuah perusahaan di mana Ayah akan kembali bekerja di sana. Semua biaya rumah sakit sampai biaya operasi yang menghabiskan uang ratusan juta diganti sepenuhnya oleh beliau. Surat jaminan dari perusahaan tersebut pun memudahkan kami mengurus ini itu di rumah sakit. Walau kesulitan pasti ada, tapi tak habis saya dan keluarga besar merasa takjub atas rezeki yang datang tak disangka-sangka ini. Bertahun-tahun tak bertemu, tapi rela mengeluarkan uang tak sedikit untuk Ayah. Sempat saya menerka-nerka, seberapa eratkah pertemanan mereka hingga bantuan ini sampai di luar perkiraan? Ataukah ada hutang budi yang telah lama terpendam? Tetapi saya segera menghentikan berbagai prasangka yang tidak pada tempatnya itu. Astaghfirullahal'azhiim...

Bagaimanapun kemurahan hati kawan lama Ayah tersebut, dan berbagai prasangka yang kami pikirkan atau ciptakan sendiri, tak akan menjawab apa-apa. Sebab Dialah yang sepatutnya menjadi tempat bersyukur. Allah memang Maha Pemurah. Saat itu, saya tambah meyakini betapa kita semua tak bisa mengukur sebanyak apa rezeki dan kenikmatan yang telah Allah siapkan untuk kita. Ia sungguh Maha Mengabulkan Doa. Walaupun untaian doa itu terselip tak terucapkan di dalam hati yang paling dalam, atau hanya terlintas sejenak di pikiran kalut saat menghadapi cobaan berat. Allah Maha Mengetahui segala yang tersimpan di benak maupun yang keluar terlihat jelas lewat perkataan dan perbuatan kita.

Sekali lagi, saya sungguh bersyukur sedalam-dalamnya, bertambah
keyakinan saya bahwa Ia ada........

dh_devita@yahoo.com

Sunday, July 24, 2005

Tentang Cinta

Pengetahuan bersemayam dalam pikiran Tempat cinta ialah hati yang sadar-jaga Selama pengetahuan yang tak sedikit juga mengandung cinta,
Adalah itu hanya permainan sulap Si Samiri Pengetahuan tanpa Ruh Kudus, hanya penyihiran
(Javid Namah, Muhammad Iqbal)

Mencintai dan dicintai adalah hal yang sungguh membahagiakan. Kehadiran cinta membuat hari-hari lebih berbunga. Semarak warna sumringah. Melipatgandakan energi. Memercikkan embun-embun ketenangan pada batin. Dan membuat hidup terasa punya makna. Benar sekali yang dikatakan banyak orang, cinta memang sangat indah.

Kekuatan cinta mampu membawa seseorang serasa membumbung ke angkasa raya. Mampu menggerakkan tangan para pujangga untuk mengukir syair-syair cinta. Mampu membuat Taj Mahal berdiri megah di tanah Hindustan. Mampu menuliskan kisah kasih abadi antara Laila dan Majnun. Mampu memompa semangat seorang ayah untuk mencari penghasilan sebanyak-banyaknya untuk kebahagiaan anak istrinya. Dan keberlangsungan Bani Adam di muka bumi ini juga tak lepas dari peranan cinta. Ah, bicara tentang cinta memang tidak akan ada habis-habisnya. Direguk sepanjang zaman dan menjadi inspirasi dalam berbagai segi kehidupan.

Perihal cinta-mencintai adalah sesuatu yang juga diserukan oleh Baginda Rasulullah. Sebagaimana yang pernah dititahkannya, "Barang siapa yang tidak menyayangi orang lain, ia tidak akan disayangi." (HR. Bukhari, diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah Al Bajali)

Atau dengar pula sabdanya yang lain, "Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, kalian tidak masuk surga sehingga kalian beriman. Dan kalian tidak beriman sehingga saling mencintai..." (HR Muslim)

Kemudian, bagaimana pula cerita cinta kita dengan Yang Maha Mencintai?

Sejatinya, cinta ini yang tertinggi. Cinta ini pula yang membuat cinta-cinta lain menjadi lebih bermakna dan lebih mulia sejagad raya. Sungguh kita tak akan pernah bertepuk sebelah tangan mengejar cinta ini. Rasa kecewa tak akan pernah hadir sebab Ia selalu Maha Memberi apa yang terbaik buat para pecinta-Nya. Sebab Ia selalu bersama mereka. Sebab Ia Maha Mendengar segala pinta. Dan sebab Ia adalah puncak segala cinta.

Apa yang kita lihat, dengar, dan rasakan sekarang ini adalah semua tanda-tanda kebesaran cinta-Nya. Dalam Raudhah Al Muhibbin wa Al Musytaqin (Taman Orang-orang yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu), Ibnul Qayyim Al Jauziyah bertutur, "Semua gerak di alam raya ini, di langit dan di bumi, adalah gerak yang lahir dari kehendak dan cinta."

Cinta Allah dinyatakan dengan jelas dalam rangkaian kalimat kauniyah dan qauliyah-Nya. Dan sekiranya lautan dijadikan tinta untuk menuliskan semuanya, niscaya lautan itu akan mengering sebelum mencapai sepersepuluhnya. Tapi, kenapa Ia masih bertanya kepada kita? "Maka terhadap nikmat Rabbmu yang manakah kamu ragu-ragu?" (QS. An-Najm [53]:55)

Benarkah keraguan itu masih terbersit?

Mungkin apa yang disampaikan kekasih-Nya berikut ini dapat memberi sedikit lagi gambaran tentang besarnya cinta Allah, "Sesungguhnya Allah membagi kasih sayang ke dalam seratus bagian dan menyimpan yang sembilan puluh sembilan padanya dan menurunkan yang satu bagian ke bumi. Dan oleh karena kasih sayang yang satu bagian itulah makhluk-makhluk-Nya saling menyayangi satu sama lain. Bahkan seekor unta betina menjauhkan kakinya dari anaknya yang baru lahir karena khawatir menginjaknya." (HR. Bukhari, diriwayatkan dari Abu Hurairah)

Ya Allah, betapa ku ingin Engkau cintai...

iko_5411@yahoo.com